25 Februari 2023 / 32

Pelatihan Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stunting di Rumah sakit

Bagikan Lewat :

PENGANTAR

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi utama pada balita di Indonesia yang belum teratasi. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi balita dengan status pendek dan sangat pendek di Indonesia adalah 37,2% pada tahun 2013, dan menurun menjadi 30,8% pada tahun 2018. Sedangkan untuk baduta, prevalensi pada tahun 2018 sebesar 29,9% yang mengalami penurunan dari 32.8% pada tahun 2013. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 di 34 provinsi menunjukkan angka stunting nasional turun dari 27,7% tahun 2019 menjadi 24.4% di tahun 2021.Prevalensi tersebut mengalami penurunan, jdih.kemkes.go.id - 5 - namun berdasarkan kriteria WHO masih tergolong kategori tinggi (>20%). Selain itu, data di Indonesia sampai saat ini belum memisahkan antara pendek yang disebabkan oleh faktor nutrisi maupun faktor non-nutrisi (faktor genetik, hormon atau familial).

Stunting selalu diawali oleh perlambatan pertambahan berat badan (weight faltering) yang dapat terjadi sejak in utero dan berlanjut setelah lahir. Penelitian di Malawi menunjukkan bahwa bayi-bayi yang dilahirkan lebih pendek akan terus mengalami length faltering selama masa bayi (infancy). Faktor prediktor paling kuat untuk terjadinya stunting di usia 12 bulan pada penelitian tersebut adalah perlambatan pertumbuhan yang terjadi dalam tiga bulan pertama kehidupan. Jika rerata BB/U pada penimbangan selama 3 bulan pertama sejak lahir berada kurang dari <-1 SD maka risiko untuk mengalami stunting di usia 12 bulan adalah 14 kali lipat.

Anak stunting berisiko mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas, penurunan kekebalan sistem imun dan peningkatan risiko infeksi. Efek jangka panjang menyebabkan kegagalan seorang anak mencapai potensi kognitif dan kemampuan fisiknya, sehingga akan memengaruhi kapasitas kerja dan status sosial ekonomi di masa depan. Selain itu, pada anak stunting akan terjadi penurunan oksidasi lemak sehingga rentan mengalami akumulasi lemak sentral dan resistensi insulin. Hal ini menyebabkan risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, serta fungsi reproduksi yang terganggu pada masa dewasa. Tingginya beban masalah stunting di Indonesia, karena prevalensi yang masih tinggi dan risiko dampak jangka panjang yang dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia Indonesia, menjadi latar belakang sangat diperlukannya suatu Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan (PNPK) untuk pencegahan, deteksi dini dan tata laksana segera bayi dan balita stunting di Indonesia.

Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan WHO masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yaitu diatas 20%. Penyebab stunting multifaktorial dan berkaitan dengan asupan gizi yang kurang atau kebutuhan gizi yang meningkat. Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang yang irreversible. Sampai saat ini belum ada panduan nasional pelayanan kesehatan untuk balita stunting.